This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, November 28, 2009

Film 2012 dan kedewasaan publik

  
DUNIA saat ini sedang tersihir dengan sebuah film yang berjudul 2012. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, film ini sedang menjadi buah bibir yang riuh. Berbagai macam diskusi dan komentar di media massa maupun dunia maya juga semakin ramai. Akhirnya, antrean panjang pun terjadi di bioskopbioskop yang memutar film ini.
Film 2012 ini sendiri bercerita tentang hari kiamat. Film dengan biaya pembuatan 200 juta dollar AS ini dibuat oleh Sony Pictures dengan menampilkan beberapa nama bintang besar dalam perfilman dunia seperti John Cusack, Woody Harrelson, Danny Glover dan Chiwetel Ejiofor. Sementara yang menjadi sutradaranya adalah Roland Emmerich. Emmerich sendiri dikenal sebagai sutradara yang terbiasa dengan film-film kolosal. Ia sebelumnya membuat film Independence Day dan The Day After Tomorrow.
Yang menjadikan film ini mampu menyihir publik dunia bukan karena berbagai keunggulan teknis tersebut, tetapi cerita yang disampaikan. Film ini menayangkan ramalan suku Maya kuno bahwa hari kiamat akan terjadi di titik balik matahari musim dingin pada 2012. Sebenarnya, sebelumnya sudah banyak buku dan acara televisi yang membahas ramalan itu, tetapi film 2012 ini memiliki dampak yang lebih besar dan mengglobal.
Sebagai sebuah sinema popular, film 2012 memang mempunyai modal dasar yang kuat untuk menjadi sebuah film yang menghebohkan. Vinzenz Hediger, guru besar film dan media dunia dari Ruhr University, (Bochum, Jerman), mengatakan bahwa sinema popular dalam layar lebar sangat berpotensi mengangkat isu-isu dan kepercayaan kontroversial yang dialami suatu suku atau negara di mana penonton bisa berasosiasi dengan karakter yang ada dalam film tersebut. Isu atau kepercayaan tentang kapan waktu pasti terjadinya hari kiamat seperti yang dijual film 2012 tentu sangat menarik penonton.
Pada titik inilah kontroversi itu terbangun. Sudah menjadi sebuah kepercayaan dalam berbagai agama besar bahwa hari kiamat pasti terjadi, namun tidak ada seorang pun yang dapat menentukan kapan hari akhir itu terjadi. Persoalan ini mutlak ada di tangan Tuhan, bahkan seorang nabi pun tidak diberi kekuasaan tentang hal ini. Inilah kepercayaan dasar yang harus dipegang teguh meskipun banyak ramalan tentang hari kiamat termasuk dalam film 2012 ini. Apalagi sejarah memperlihatkan bahwa deretan panjang ramalan tentang hari kiamat tidak ada yang terbukti satu pun.
Karena itu, film 2012 harus dilihat sebagai sebuah film fiksi belaka. Tidak kurang tidak lebih. Film ini adalah sinema popular yang menjadi hiburan bagi publik dan mendatangkan keuntungan bagi orangorang yang terlibat di dalamnya. Kalaupun ada unsur edukatifnya, maka hal itu terletak pada kepercayaan bahwa kiamat pasti terjadi, bukan pada persoalan kapan waktu terjadinya. Dengan demikian, dengan menonton film ini diharapkan akan ada perbaikan perilaku dan kepribadian karena meyakini bahwa hidup ini tidak kekal.
Unsur edukatif lainnya adalah meskipun visualisasi bencana dalam film 2012 ini begitu dahsyat, namun harus ada keyakinan bahwa pada saat kiamat yang sesungguhnya nanti tiba maka kedahsyatannya tentu jauh lebih hebat daripada apa yang ada dalam film ini. Kreativitas manunia pasti tidak akan bisa menggambarkan kekuasaan Tuhan secara tepat. Harus ada kedewasaan publik untuk menyikapi sebuah film kontroversial secara arif.
Kedewasaan publik
Dalam dunia yang plural, munculnya karya film kontroversial sepertinya sudah menjadi sesuatu yang sulit untuk dinihilkan. Ketika realitas budaya sudah semakin plural serta pertemuan antarpaham pemikiran dan pendukungnya semakin intens, maka keragaman dan kreativitas yang kontroversial sulit dihindari. Karena itu, publik dunia mau tidak mau harus siap menghadapi realitas munculnya karya dan kreativitas seperti itu. Masalahnya adalah bagaimana sebaiknya publik menyikapi hal itu.
Meskipun persoalan film kontroversial selalu mengundang pro-kontra bahkan resistensi yang tinggi, namun kemunculannya seakan sudah menjadi siklus tersendiri. Setiap waktu akan muncul film kontroversial baru yang sangat mungkin lebih heboh daripada film sebelumnya. Sejarah perfilman bahkan menunjukkan bahwa kontroversi merupakan iklan gratis yang sangat efektif. Semakin kontroversial sebuah film, maka akan semakin besar peluangnya untuk menjadi film laris dan melegenda. Peluang inilah yang sedang dicoba produser film 2012 ini. Buktinya adalah sejak film ini diputar serempak di 105 negara, maka langsung meraup keuntungan besar di seluruh dunia.
Karena itu, film 2012 ini seharusnya bisa menjadi pembelajaran kedewasaan publik dalam kerja sama untuk menyikapi film kontroversial. Jangan terlalu mudah dan cepat mengaitkan sebuah film yang kontroversial dengan urusan agama dan persoalan keimanan publik. Apalagi menariknya menjadi sebuah bahan bakar untuk menyulut sentimen keagamaan tertentu.
Namun demikian, memang juga harus ada kedewasaan publik untuk tetap membentengi dogmadogma kepercayaan yang sudah diimani, tanpa harus memberangus kreativitas insan perfilman dan pencarian materi. Pembentengan dogma-dogma kepercayaan memang harus dilakukan karena tingkat kedewasaan publik sangat beragam dan banyak yang kurang dewasa. Karena itu diperlukan berbagai aksi penyadaran dan pemahaman yang intensif supaya lebih dewasa.
Oleh Harun Ni’am
Peneliti Laboratorium
Politik Unwahas dan MIP Undip

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More